Jumat, 20 November 2015

Imperialisme Inggris dan Prancis di Asia Barat



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Asia Barat adalah suatu kawasan yang sangat strategis. Kawasan ini dekat dengan Afrika dan Eropa. Menghubungkan laut Tengah dengan Samudera Hindia. Posisi strategis semacam itu sangat memungkinkan kawasan itu sebagai media kmunikasi segala segi kehidupan (politik, ekonomi, sosial-budaya, militer dan agama) dengan kawasan-kawasan yang berdekatan. Dalam bidang sosial budaya misalnya pernah terjadi percampuran antara kebudayaan Yunani dengan kebudayaan di Asia Barat, sehingga melahirkan kebudayaan Hellenisme.[1]
Munculnya peradaban Islam juga tidak terlepas dari kebolehan Islam mengadopsi kebudayaan Yunani. Demikian pula kebangkitan Eropa, karena Eropa mangadopsi kebudayaan Islam. Dalam bidang ekonomi lebih jelas lagi, yaitu komunikasi dagang antara Laut Tengah dengan Laut Arab dan Samudera Hindia juga melewati kawasan Asia Barat tersebut. Barang-barang dagang dari Asia, kemudian dipindahkan ke laut Tengah melalui jalan darat (yakni kawasan Asia Barat tersebut). Yang menambah kawasan itu menjadi lebih strategis lagi adalah karena kawasan itu juga memiliki tempat-tempat yang strategis, seperti Laut merah dan Terusan Suez, Teluk Persia atau Teluk Arab, Selat Bosporus dan Selat Dardanella. Sehingga kaum imperialis berlomba-lomba datang ke wilayah Asia Barat untuk menaklukan dan menguasai wilayah ini.
Bangsa Eropa yang melakukan imperialisme di wilayah Asia Barat adalah prancis dan Inggris. Setelah Perancis dan Inggris berhasil menguasai wilayah-wilayah yang ada di Asia Barat, mereka melakukan monopoli dan mencampuri kehidupan politik yang ada dinegara-negara di wilayah Asia Barat. Sehingga hal ini menimbulkan berbagai dampak bagi kehidupan umat Islam. Kemudian pada abad 20 dikawasan ini ditemukan tambang-tambang minyak. Karena minyak inilah maka sampai sekarang kawasan ini menjadi incaran negara-negara besar, terutama negara maju yang kegiatan industrinya sangat tergantung pada  minyak. Di kawasan Asia Barat itu terletak nagara-negara Syiria, Libanon, Irak, Yordania, Saudi Arabia, dan Yaman.
B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menuliskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Kondisi Asia Barat Pada Akhir Abad Ke-18 Sampai Awal Abad Ke-19?
2.      Bagaimana Proses Kedatangan Bangsa Eropa Di Asia Barat?
3.      Bagaimana Proses Imperialisme Bangsa Eropa Di Asia Barat?
4.      Bagaimana Dampak Imperialisme Teerhadap Peradaban Islam?

C.           Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk megetahui hal-hal sebagai berikut : 
1.    Kondisi Asia Barat Pada Akhir Abad Ke-18 Sampai Awal Abad Ke-19
2.    Proses Kedatangan Bangsa Eropa Di Asia Barat
3.    Proses Imperialisme Bangsa Eropa Di Asia Barat
4.    Dampak Impereialisme Terhadap Peradaban Islam




BAB II
PEMBAHASAN

A.           Kondisi Asia Barat pada Akhir Abad ke-18 sampai Awal Abad ke-19
Hampir selama seribu tahun, Jazirah Arabia berada di belakang laju perkembangan Timur Tengah. Ketika penaklukkan bangsa Arab membuka era baru dalam peradaban Timur Tengah, penaklukan tersebut melepaskan sebagian penduduknya, dan menempatkan jazirah Arab ini pada peranan marjinal dalam sejarah Timur Tengah. Pada era Usmani, Mesir, dan wilayah subur Arab menjadi propinsi bagian imperium Usmani, tetapi dengan terlepasnya beberapa wilayah pinggiran, Arabia tidak lagi menjadi propinsi bagian Usmani. Tidak seperti Mesir dan negara-negara di wilayah subur Arab, jazirah ini diperintah oleh elite keluarga dan kesukuan kecil. Negara-negara di Jazirah ini pada umumnya tumbuh dari gerakan kesukuan yang dibenarkan secara keagamaan[2].
Islam merupakan faktor utama dalam menyatukan beberapa kelompok klan dan kesukuan berbeda-beda menjadi sejumlah konfederasi dan kerajaan regional. Dalam sistem Imamah di Yaman, Kesultanan Oman, dan Saudi Arabia, agama dan negara dikaitkan dengan pola kaitan yang sangat kuat. Raja (penguasa) dipandang sebagai pemimpin agama yang bertanggung jawab menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. Sementara itu para syaikh di wilayah Teluk Persia secara resmi tidak mengklaim sebagai otoritas agama kharismatik, namun corak keagamaan masyarakat mereka secara pasif membenarkannya. Di seluruh penjuru wilayah jazirah Arabia ulama memainkan peran penting sebagai penasihat politik bagi para penguasa.[3]
Wilayah Syiria merupakan lokasi persimpangan yang strategis dari segi geopolitik, terutama dalam menghubungkan Arab dengan Eropa melalui jalur laut Mediterania. Kekuatan militernya memberikan kontribusi yang penting bagi wilayah Timur Tengah melalui perbatasan di Mediterania. Negara ini merupakan negara kesatuan Republik yang memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi meskipun banyak melibatkan masalah politik di daerahnya.
Wilayah Irak 1683-1819 berada di bawah kekuasaan Turki Usmani.[4] Dari segi kependudukan, 75-80 % penduduk Irak berkomunikasi dalam bahasa Arab dan mengaku sebagai orang Arab. Mereka pada umumnya tinggal di wilayah pusat, khususnya di wilayah selatan dan di kota Mosul. Sekitar 20 % penduduknya adalah suku Kurdi yang tinggal di daerah Utara dan Baghdad. Orang Kurdi beragama Islam meskipun bukan berasal dari etnik Arab.[5]
Wilayah Yordania pertama kali muncul pada tahun 1921 sebagai emirat (kerajaan atau keemiran) Transyordan yang didorong oleh pemerintah Inggris untuk melepaskan diri dari kesultanan Turki usmani. Jauh sebelum orang Turki usmani menguasai daerah ini, Yordan adalah daerah tua yang diduduki oleh bangsa penguasa tua secara berganitan seperti Asyiria, Caldea, dan Persia.

B.            Kedatangan Bangsa Eropa di Asia Barat
Pada abad imperialisme, kawasan Asia Barat merupakan kawasan yang sangat menarik perhatian bagi negara-negara barat. Negara-negara barat yang mempunyai jajahan di kawasan Asia Barat adalah Inggris dan Perancis. Inggris mempunyai tanah jajahan yang paling luas di kawasan Asia Barat. Tujuan kedatangan Inggris ke wilayah tersebut demi kepentingan politik, militer dan ekonomi. Bagi Inggris kawasan tersebut sangat berguna bagi negaranya demi menghubungkan wilayah jajahannya di Asia Selatan dengan negara induknya. Begitu juga dengan Perancis. Negara ini menjajah kawasan Asia Barat dengan menduduki daerah-daerah yang strategis guna memenuhi kepentingannya sebagai negara penjajah. Selain itu, Perancis mempunyai kepentingan lain dikawasan tersebut yakni mempunyai kepentingan dalam hal ekonomi, politik, militer dan sosial budaya. Itu sebabnya negara Perancis melakukan imperialisme ke kawasan Asia Barat.[6]
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa Asia Barat dijadikan sebagai daerah jajahan oleh negara-negara Barat, yaitu:



1.             Geopolitik
Asia Barat terletak pada pertemuan Benu Eropa, Asia dan Afrika. Sehingga, kawasan ini merupakan pintu masuk utama menuju ke tiga Benua tersebut. Selain itu, kawasan Asia Barat berbatasan dengan Laut Tengah, Laut Merah, Laut Hitam, Laut Kaspia, Teluk Parsi dan Samudra Hindia. Dikawasan Asia Barat juga terdapat jalur-jalur perairan yang sangat strategis yaitu Selat Boshporus, Selat Darnella, Terusan Suez, Selat El-Mandeb dan Selat Hormuz. Sehingga, kawasan tersebut letaknya sangat strategis.
2.             Sumber Daya Alam
Kawasan tersebut sangat kaya akan kandungan kekayaan alamnya, terutama minyak. karena minyak merupakan sumber energi utama bagi industri dunia, terutama negara Barat, yang belum bisa digantikan oleh sumber energi lainnya. Sehingga. dengan ditemukannya sumber daya alam yang melimpah di kawsan Asia Barat menyebabkan banyak orang-orang barat yang ingin menguasai kawasan tersebut terutama Inggris dan Perancis.
3.             Jalur Strategis
Daya tarik Asia Barat yang telah dipaparkan di atas menjadi semakin kuat dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869. Dengan dibukanya Terusan Suez. Maka, lalulintas disepanjang Laut Tengah dan Laut Merah menjadi semakin ramai. Sehingga, mengakibatkan kawasan tersebut semakin menjadi strategis dan semakin menarik perhatian Bangsa Barat untuk menguasai daerah tersebut.
4.             Revolusi Industri
Dengan dijadikannya negara Eropa menjadi negara Industri. Mengakibatkan adanya perkembangan  baru di negara Eropa pada abad ke–19 yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan baru. Seperti, bahan mentah, bahan bakar, tempat-tempat untuk memudahkan pengawasan aktifitas dagangnya. Sehingga banyak negara-negar barat mengambil bahan-bahan industri dari wilayah Asia Barat.
5.             Faktor Ideologi
Wilayah tersebut merupakan tempat lahirnya agama-agama besar dunia. Seperti, Yahudi, Nasrani dan Islam. Sehingga, mengakibatkan adanya persoalan agama yang bisa menjadi sumber konfik lewat intervensi Asing. Seperti halnya Perancis yang sering mengklaim sebagai pembela gereja Kristen Latin dan Manorit untuk menguasai Syiria dan Lebanon.[7]
Selain alasan itu ada juga faktor-faktor yang menjadi penyebab imperialisme barat di dunia Islam pada abad ke – 19, diantaranya :
1.             Faktor Internal
a.    Politik umat Islam yang sedang mengalami kemunduran sejak abad ke-17. Penguasa Turki Usmani yang wilayahnya cukup luas tidak didukung oleh kemajuan bidang ekonomi, sains dan teknologi sehingga tidak mampu mempertahankan kekuasaan politiknya.
b.    Ekonomi dunia Islam mengalami kemunduran akibat besarnya biaya anggaran militer untuk mempertahankan wilayah kekuasaan yang luas.
c.    Pemikiran tradisional yang berkembang di dunia Islam.[8]
2.             Faktor Eksternal
a.    Ekonomi Barat mengalami kemajuan
b.    Politik atau penguasaan wilayah akan memudahkan penguasa kolonial melakukan hubungan dagang atau monopoli
c.    Pemikiran rasional berkembang di wilayah Barat yang berasal dari dunia Islam yang berada di Spanyol dan Sisilia.[9]
Proses kedatangan bangsa Barat pada umumnya adalah disebabkan oleh daya tarik dari Timur Tengah tersebut. Dapat dikatakan bahwa kedatangan bangsa Barat di Timur Tengah melalui jalan perang, dalam arti bahwa bangsa Barat lebih melakukan penjajahan dinegara-negara anggota Timur Tengah dengan alasan bahwa negara-negara jajahannya tersebut merupakan sumber daya yang mempunyai banyak manfaat untuk mereka. Seperti halnya Inggris dan Perancis, mereka menguasai negara jajahannya di Timur Tengah dengan tujuan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan militernya.[10]
Perancis merasa perlu untuk memutuskan jalur hubungan antara Inggris di Barat dan India ditimur. Oleh karena itu, pintu gerbang menuju India, yaitu Mesir, harus segera berada di bawah kekuasaannya. Untuk maksud tersebut akhirnya Mesir dapat ditaklukan pada tahun 1798 M. Alasan lain yaitu, negara-negara diwilayah Asia Barat seperti turki, Syiria, Hijaz, dan timur jauh, dijadikan sebagai daerah pendistribusian barang dagangan oleh negara Perancis. Itulah mengapa prancis datang melakukan praktik imperialisme di wilayah Asia Barat.[11]
Dengan menguasai negara jajahannya maka bangsa Barat banyak mendapat manfaat dan hasil yang mereka dapat adalah misalnya, mereka dapat meguasai tambang minyak dari berbagai negara dari penghasil minyak tersebut, selainitu mereka dapat memperluas daerah atau negara jajahannya.Bangsa Barat yang berhasil menguasai negara Timur Tengah yaitu Inggris dengan negara yang berhasil dikuasai adalah Irak, Yordania, Palestina, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Yaman. Sedangkan jajahan Perancis di Timur Tengah adalah Suriah dan Libanon.

C.           Imperialisme bangsa Eropa di Asia Barat
Pada abad ke-19 M, banyak wilayah pesisir jazirah arab yang jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1820 M, oman dan Qatar berada di bawah penguasaan dan perlindungan Inggris. Kemudian, pada tahun 1839 M, aden diduduki Inggris. Imperialisme yang dilakukan oleh barat adalah dengan menggunakan taktik adu domba untuk memecah belah. Seperti yang terjadi pada tahun 1915, Husayn, Syarif Makkah, mengadakan perjanjian rahasia dengan Inggris untuk mengorbankan pemberontakan Arab melawan imperium Usmani di Syria dan Arabia.[12]
Dengan bantuan Inggris, Syarif Husayn berharap dapat menggulingkan Usmani dan menjadi Raja bagi sebuah negara Arab. Ambisinya ini didasarkan pada prestise keagamaannya sebagai seorang Syarif, atau keturunan Nabi, dan sebagai penjaga dua kota Suci Islam, serta didasarkan pada persekongkolan lama untuk menjadikan dirinya sebagai khalifah baru bagi dunia Islam. Dengan hati-hati Husayn menggalang sintimen nasional dan kebahasaan Arab dengan mengembangkan al-fatat, sebuah perkumpulan rahasia di Damascus, yang mendekat kepadanya untuk menyalurkan interesnya terhadap sebuah negara Arab merdeka yang bersekutu dengan Inggris. Sebaliknya pihak Inggris memandang bahwasanya Husayn harus didukung baik secara militer maupun secara politik.[13]
Syria merupakan contoh utama bagi politik generasional dan konflik ideologis di tengah masyarakat Arab. Di Syria pihak Perancis berusaha melestarikan tatanan sosial yang ada, membangun jalan-jalan dan jaringan komunikasi, dan membangun infrastruktur administrasi bagi negara modern. Pihak Perancis berusaha memacu proses sedentarisasi warga Badu’i, yang telah berlangsung pada akhir abad 19 di bawah penguasaan Usmani, memperluas wilayah pertanian sebagai ganti pastoralisme, dan memindahkan warga badui menjadi petani dan para kepala suku menjadi tuan tanah. Setelah Perang Dunia I masyarakat badui terkepung oleh negara, warga pemukim, jalan-jalan, dan oleh investasi besar pedagang-pedagang kota dan kepala suku dalam program reklamasi dan pengolahan tanah pertanian.[14]
Untuk menopang administrasi yang efektif, dan untuk menghalangi perkembangan gerakan kemerdekaan, pihak Perancis juga membagi Syria menjadi beberapa wilayah etnis dan wilayah agama. Libanon dijadikan sebagai sebuah negara yang mandiri. Latakia, mayoritas penduduknya merupakan petani miskin pengikut setia Alawi yang didominasi oleh tuan tanah Sunni, dijadikan sebagai wilayah administratif yang mandiri. Kalangan Alawiyah pada umumnya merupakan komunitas petani miskin yang hidup di Syria Utara. Wilayah Druze di bagian selatan Syria, dan wilayah Jazirah, dataran rendah di bagian utara Syria dan wilayah Euphrat, diberi hak otonomi regional. Alexandretta mendapatkan posisi khusus disebabkan penduduknya yang minoritas Turki, dan direbut oleh Turki pada tahun 1939. Dengan demikian, Perancis telah membentuk framework sebuah negara Syria modern bahkan kemudian memaksakan pembagian etnis dan agama negeri ini sehingga menjadi hambatan laten bagi pembentukan sebuah masyarakat nasional yang secara sosial bersifat kohesif yang memungkinkan menjalankan sebuah rezim merdeka. Meskipun elite domestik Syria berjuang untuk membentuk sebuah rezim parlementer dan berusaha terlihat dalam pemerintahan negeri ini, namun perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan dihalangi oleh pemerintahan dan kebijakan Perancis yang berubah-ubah. Pada umumnya masyarakat Syria terbagi kedalam tiga kalangan yaitu kalangan minoritas Alawiyah, Ismailiyah, dan dari minoritas Kristen.[15]
Ketika Inggris menaklukkan Iraq tahun 1917, mereka memerintah Iraq sebagai sebuah koloni sebagaimana model koloni di India. Pada tahun 1920, sebuah pemberontakan yang dilancarkan pejabat dan tuan tanah Usmani, kalangan pemuka agama Sunni dan Syiah, dan sejumlah kelompok kesukuan, memaksa pihak Inggris untuk menampung (memasukkan) kalangan elite Iraq. Pihak Inggris berusaha membantu menyusun sebuah monarki konstitusional di bawah kepemimpinan raja Fayshal, kepada mer mereka yang merasa berhutang budi lantaran bantuannya dalam sejumlah peperangan. Perjanjian Inggris-Iraq tahun 1922 memberikan hak kepada Inggris untuk menguasai militer, keuangan, peradilan dan urusan luar negeri. Pada tahun 1930, sebuah perjanjian baru secara hukum mengantarkan Iraq pada kemerdekaan namun sebaliknya mengantarkan pihak Inggris melanjutkan dominasinya dalam urusan luar negeri dan kemiliteran.[16]
Para administrator Inggris membantu menciptakan infrastuktur bagi sebuah negara modern. Pihak Inggris mengkonsolidasikan sistem pertanahan Usmani dengan memanfaatkan para syaikh (kepala) kampong dan kesukuan untuk menangani pengumpulan pajak dan organisasi kaum buruh. Di bawah pemerintahan monarki ini, Iraq diperintah oleh sebuah koalisi kecil terdiri dari tuan tanah pedalaman, kepala suku, ulama, pemuka agama Syiah, dan pejabat militer, yang disebut belakang ini termasuk para pejabat Turki yang terdidik di Istambul, pejabat Syarifian yang mengabdi kepada raja Fayshal sebelum datang ke Iraq, dan sejumlah warga Iraq yang berpendidikan di akademi militer Baghdad. Sekalipun demikian elite ini sangat rentan, mudah dipecah belah. Antara tahun 1936 dan 1941 terjadi serangkaian kup militer, dan Perang Dunia I mengakibatkan pertempuran sengit antara pihak pro-Inggris dan pro-Jerman. Pada tahun 1941 Rasyid Ali al-Gaylani merebut pemerintahan selaras dengan kebijakan pro-Jerman, namun tentara Inggris merebut negeri ini. Sejak ini sampai tahun 1958 Raja memerintah dua persen dari para pemilik tanah yang mencapai 66 persen dari seluruh tanah, sekalipun melalui kolaborasi dengan perdana menterinya, yakni Nuri al-Sa’id, dan dengan tuan tanah minoritas. Atas nama nasionalisme Arab, elite ini sebagian besar dari kalangan Sunni, memerintah masyarakat umum yang separo dari mereka warga Syiah dan seperempatnya warga Kurdi.
TransYordan lebih menonjol sebagai negara pembentukan Inggris di banding Iraq. Ia merupakan negara yang paling “aneh” di antara negara-negara baru yang ada, lantaran tidak adanya unsur kesejarahan propinsi atau komunitas lokal. Semula ia dimaksudkan sebagai bagian dari Palestina, tetapi pada tahun 1922 pihak Inggris mengizinkan Amir Abdullah, saudara laki-laki Fayshal, mendirikan sebuah pemerintahan.
Dalam beberapa hal Libanon mempunyai latar belakang sejarah yang berbeda. Di sini tidak banyak terjadi pergolakan antara beberapa generasi atau anatara elite militer tuan tanah dan intelegensia, sebagaimana antara komunitas konfesional. Libanon, sebagaimana Syria, merupakan negara bentukan Perancis. Meskipun dalam sejarah yang panjang pihak Perancis sangat dekat dengan warga Maroniyah, Perancis tidak membentuk negara yang Khas Kristen. Selain beberapa propinsi Libanon yang lama, ditambahkan beberapa distrik baru, termasuk Tripoli, Sidon, Biqa’, dan Libanon Selatan untuk meningkatkan luas wilayah negeri ini dan untuk meningkatkan propinsi warga Muslim. Semula Libanon diperintah oleh Komisaris Tinggi Perancis, tetapi pada tahun 1926 sebuah konstitusi baru membagi kekuasaan antara beberapa komunitas agama besar. Konstitusi ini menetapkan jabatan presiden, sebuah kementrian negara, sebuah legislature yang bersifat dua dewan (bicameral), yang mana kursi yang tersedia didistribusikan dalam skala 6:5 bagi pihak Kristen dan Muslim.[17]
Dalam kurun waktu  tiga puluh tahun terakhir di abad ke -19, Inggris wilayahnya sudah bertambah hingga mencakup 5 juta mil persegi dan penduduk sebanyak 88 juta jiwa. Pada tahun 1900 M, wilayahnya meliputi seperlima dari luas dunia, dan memerintah 400 juta jiwa. Sedangkan imperium prancis berkembang dari 700 ribu menjadi 8 juta mil persegi dan penduduk dari 5 juta jiwa menjadi 52 juta jiwa.[18]

D.                Dampak Imperialisme terhadap Peradaban Islam di Asia Barat
Dampak dari adanya imperialisme di Asia Barat melipiti berbagai bidang, yaitu :
1.             Bidang Politik
a.    Terciptanya tanah jajahan.
b.    Adanya Politik pemerasan.
c.    Berkobarnya perang kolonial.
d.   Timbulnya politik dunia (wereldpolitiek).
e.    Timbulnya nasionalisme.
2.             Bidang  Ekonomi
a.    Negara imperialis menjadi kaya. Sedangkan, negara jajahan menjadi miskin.
b.    Adanya Industri si imperalis menjadi besar.
c.    Hilangnya perniagaan bangsa jajahan.
d.   Perdagangan dunia meluas.
e.    Adanya lalu lintas dunia (wereldverkeer).
f.     Adanya Kapitalis surplus dan penanaman modal di tanah jajahan.
g.    Hilangnya Kekuatan ekonomi dari penduduk asli tanah jajahan atau hilangnya kekuatan ekonomi negara jajahan.
3.             Bidang Sosial
a.    Orang yang menjajah hidup mewah sementara yang dijajah serba kekurangan.
b.    Si penjajah maju, yang dijajah mundur.
c.    Rasa harga diri lebih pada bangsa penjajah.
d.   Kurangnya rasa harga diri bagi bangsa yang di jajah.
e.    Segala hak ada pada si penjajah. Sehingga, orang yang dijajah tidak memiliki hak apa-apa.

4.             Bidang Budaya
a.    Budaya asli mulai tergeser oleh budaya pendatang (penjajah).
b.    Pelarangan pada budaya asli yang tidak disukai oleh para penjajah.
Disamping itu, dampak imperialisme juga membawa dampak negatif dan dampak positif, diantaranya :
1.             Dampak Negatif
Merajalelanya praktik-praktik imperialisme yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa terhadap wilayah-wilayah di Asia Barat telah menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik secara politis, sosial maupun budaya bagi negeri muslim juga telah menimbulkan dampak buruk bagi dunia Islam. Di antara dampak-dampak itu adalah sebagai berikut :
a.    Hancurnya suprastruktur politik negeri-negeri Muslim
b.    Kebodohan dan ketertinggalan masyarakat Muslim
c.    Kemiskinan dan kelaparann yang menimpa wilayah-wilayah Islam.[19]
2.             Dampak Positif
Terjadinya Imperialisme yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa terhadap wilayah Asia Barat menimbulkan respon yang besar dari masyarakat Muslim. Tidak hanya dampak negatif melainkan juga dampak positif. Diantara dampak positif yang timbul dari imperialisme:
a.       Kemunculan gerakan perlawanan di wilayah-wilayah Islam
b.      Munculnya kesadaran di kalangan masyarakat Muslim untuk meningkatkan solidaritas.[20]




BAB III
PENUTUP

Simpulan
Hampir selama seribu tahun, Jazirah Arabia berada di belakang laju perkembangan Timur Tengah. Ketika penaklukkan bangsa Arab membuka era baru dalam peradaban Timur Tengah, penaklukan tersebut melepaskan sebagian penduduknya, dan menempatkan jazirah Arab ini pada peranan marjinal dalam sejarah Timur Tengah. Pada era Usmani, Mesir, dan wilayah subur Arab menjadi propinsi bagian imperium Usmani, tetapi dengan terlepasnya beberapa wilayah pinggiran, Arabia tidak lagi menjadi propinsi bagian Usmani. Tidak seperti Mesir dan negara-negara di wilayah subur Arab, jazirah ini diperintah oleh elite keluarga dan kesukuan kecil. Negara-negara di Jazirah ini pada umumnya tumbuh dari gerakan kesukuan yang dibenarkan secara keagamaan
Pada abad imperialisme, kawasan Asia Barat merupakan kawasan yang sangat menarik perhatian bagi negara-negara barat. Negara-negara barat yang mempunyai jajahan di kawasan Asia Barat adalah Inggris dan Perancis.
Pada abad ke-19 M, banyak wilayah pesisir jazirah arab yang jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1820 M, oman dan Qatar berada di bawah penguasaan dan perlindungan Inggris. Kemudian, pada tahun 1839 M, aden diduduki Inggris. Imperialisme yang dilakukan oleh barat adalah dengan menggunakan taktik adu domba untuk memecah belah.
Merajalelanya praktik-praktik imperialisme yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa terhadap wilayah-wilayah di Asia Barat telah menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik secara politis, sosial maupun budaya bagi negeri muslim juga telah menimbulkan dampak buruk bagi dunia Islam.





DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syamsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH.
Kusdiana, Ading. 2013. Sejarah Kebudayaan Islam. Bnadung : Pustaka Setia.
Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Umat Islam. Penerjemah Gufron A. Mas’adi. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Suntiah, Ratu. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Insani Mandiri.
Thohir, Ajid. 2011. Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-linguistik dan Geo-politik. Jakarta: Rajawali Press.
http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42.


[1] http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[2] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Penerjemah Gufron A. Mas’adi, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2000), hal. 183.
[3] Ibid., Hal.183.
[4] Ibid., hal. 170.
[5] Ibid., hal. 173.
[6] Syamsul Munir Amin,  Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : AMZAH, 2009), hal. 196.
[7]http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[8] Ratu Suntiah, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Insani Mandiri, 2010), hal. 158.
[9] Ratu Suntiah, Sejarah Peradaban Islam, hal. 159.
[10] http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[11] Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : AMZAH.2009), hal. 248.
[12] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam. Penerjemah Gufron A. Mas’adi, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2000), hal. 158.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Penerjemah Gufron A. Mas’adi, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2000), Hal. 152.
[16] Ibid.
[17] http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[18] Ratu Suntiah, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Insani Mandiri, 2010), hal. 157.
[19] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hal. 298-300.
[20] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar