BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Asia Barat adalah suatu kawasan yang
sangat strategis. Kawasan ini dekat dengan Afrika dan Eropa. Menghubungkan laut
Tengah dengan Samudera Hindia. Posisi strategis semacam itu sangat memungkinkan
kawasan itu sebagai media kmunikasi segala segi kehidupan (politik, ekonomi,
sosial-budaya, militer dan agama) dengan kawasan-kawasan yang berdekatan. Dalam
bidang sosial budaya misalnya pernah terjadi percampuran antara kebudayaan
Yunani dengan kebudayaan di Asia Barat, sehingga melahirkan kebudayaan
Hellenisme.[1]
Munculnya peradaban Islam juga tidak
terlepas dari kebolehan Islam mengadopsi kebudayaan Yunani. Demikian pula
kebangkitan Eropa, karena Eropa mangadopsi kebudayaan Islam. Dalam bidang
ekonomi lebih jelas lagi, yaitu komunikasi dagang antara Laut Tengah dengan
Laut Arab dan Samudera Hindia juga melewati kawasan Asia Barat tersebut.
Barang-barang dagang dari Asia, kemudian dipindahkan ke laut Tengah melalui
jalan darat (yakni kawasan Asia Barat tersebut). Yang menambah kawasan itu
menjadi lebih strategis lagi adalah karena kawasan itu juga memiliki
tempat-tempat yang strategis, seperti Laut merah dan Terusan Suez, Teluk Persia
atau Teluk Arab, Selat Bosporus dan Selat Dardanella. Sehingga kaum imperialis
berlomba-lomba datang ke wilayah Asia Barat untuk menaklukan dan menguasai
wilayah ini.
Bangsa Eropa yang melakukan imperialisme
di wilayah Asia Barat adalah prancis dan Inggris. Setelah Perancis dan Inggris
berhasil menguasai wilayah-wilayah yang ada di Asia Barat, mereka melakukan
monopoli dan mencampuri kehidupan politik yang ada dinegara-negara di wilayah Asia
Barat. Sehingga hal ini menimbulkan berbagai dampak bagi kehidupan umat Islam. Kemudian
pada abad 20 dikawasan ini ditemukan tambang-tambang minyak. Karena minyak
inilah maka sampai sekarang kawasan ini menjadi incaran negara-negara besar,
terutama negara maju yang kegiatan industrinya sangat tergantung pada minyak. Di kawasan Asia Barat itu terletak
nagara-negara Syiria, Libanon, Irak, Yordania, Saudi Arabia, dan Yaman.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka penulis menuliskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana Kondisi Asia Barat Pada Akhir
Abad Ke-18 Sampai Awal Abad Ke-19?
2.
Bagaimana Proses Kedatangan Bangsa Eropa
Di Asia Barat?
3.
Bagaimana Proses Imperialisme Bangsa Eropa
Di Asia Barat?
4.
Bagaimana Dampak Imperialisme Teerhadap Peradaban
Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah
diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk megetahui hal-hal sebagai
berikut :
1. Kondisi
Asia Barat Pada Akhir Abad Ke-18 Sampai Awal Abad Ke-19
2. Proses
Kedatangan Bangsa Eropa Di Asia Barat
3. Proses
Imperialisme Bangsa Eropa Di Asia Barat
4. Dampak
Impereialisme Terhadap Peradaban Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi
Asia Barat pada Akhir Abad ke-18 sampai Awal Abad ke-19
Hampir selama seribu
tahun, Jazirah Arabia berada di belakang laju perkembangan Timur Tengah. Ketika
penaklukkan bangsa Arab membuka era baru dalam peradaban Timur Tengah,
penaklukan tersebut melepaskan sebagian penduduknya, dan menempatkan jazirah
Arab ini pada peranan marjinal dalam sejarah Timur Tengah. Pada era Usmani,
Mesir, dan wilayah subur Arab menjadi propinsi bagian imperium Usmani, tetapi
dengan terlepasnya beberapa wilayah pinggiran, Arabia tidak lagi menjadi
propinsi bagian Usmani. Tidak seperti Mesir dan negara-negara di wilayah subur
Arab, jazirah ini diperintah oleh elite keluarga dan kesukuan kecil.
Negara-negara di Jazirah ini pada umumnya tumbuh dari gerakan kesukuan yang
dibenarkan secara keagamaan[2].
Islam merupakan faktor
utama dalam menyatukan beberapa kelompok klan dan kesukuan berbeda-beda menjadi
sejumlah konfederasi dan kerajaan regional. Dalam sistem Imamah di Yaman,
Kesultanan Oman, dan Saudi Arabia, agama dan negara dikaitkan dengan pola
kaitan yang sangat kuat. Raja (penguasa) dipandang sebagai pemimpin agama yang
bertanggung jawab menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. Sementara itu para
syaikh di wilayah Teluk Persia secara resmi tidak mengklaim sebagai otoritas
agama kharismatik, namun corak keagamaan masyarakat mereka secara pasif
membenarkannya. Di seluruh penjuru wilayah jazirah Arabia ulama memainkan peran
penting sebagai penasihat politik bagi para penguasa.[3]
Wilayah Syiria merupakan lokasi persimpangan yang strategis dari
segi geopolitik, terutama dalam menghubungkan Arab dengan Eropa melalui jalur
laut Mediterania. Kekuatan militernya memberikan kontribusi yang penting bagi
wilayah Timur Tengah melalui perbatasan di Mediterania. Negara ini merupakan
negara kesatuan Republik yang memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi
meskipun banyak melibatkan masalah politik di daerahnya.
Wilayah Irak 1683-1819 berada di bawah kekuasaan Turki Usmani.[4] Dari
segi kependudukan, 75-80 % penduduk Irak berkomunikasi dalam bahasa Arab dan mengaku
sebagai orang Arab. Mereka pada umumnya tinggal di wilayah pusat, khususnya di
wilayah selatan dan di kota Mosul. Sekitar 20 % penduduknya adalah suku Kurdi
yang tinggal di daerah Utara dan Baghdad. Orang Kurdi beragama Islam meskipun
bukan berasal dari etnik Arab.[5]
Wilayah
Yordania pertama kali muncul pada tahun 1921 sebagai emirat (kerajaan atau
keemiran) Transyordan yang didorong oleh pemerintah Inggris untuk melepaskan
diri dari kesultanan Turki usmani. Jauh sebelum orang Turki usmani menguasai
daerah ini, Yordan adalah daerah tua yang diduduki oleh bangsa penguasa tua
secara berganitan seperti Asyiria, Caldea, dan Persia.
B.
Kedatangan
Bangsa Eropa di Asia Barat
Pada abad imperialisme, kawasan Asia
Barat merupakan kawasan yang sangat menarik perhatian bagi negara-negara barat.
Negara-negara barat yang mempunyai jajahan di kawasan Asia Barat adalah Inggris
dan Perancis. Inggris mempunyai tanah jajahan yang paling luas di kawasan Asia
Barat. Tujuan kedatangan Inggris ke wilayah tersebut demi kepentingan politik,
militer dan ekonomi. Bagi Inggris kawasan tersebut sangat berguna bagi
negaranya demi menghubungkan wilayah jajahannya di Asia Selatan dengan negara
induknya. Begitu juga dengan Perancis. Negara ini menjajah kawasan Asia Barat
dengan menduduki daerah-daerah yang strategis guna memenuhi kepentingannya
sebagai negara penjajah. Selain itu, Perancis mempunyai kepentingan lain dikawasan
tersebut yakni mempunyai kepentingan dalam hal ekonomi, politik, militer dan
sosial budaya. Itu sebabnya negara Perancis melakukan imperialisme ke kawasan Asia
Barat.[6]
Berikut ini adalah beberapa alasan
mengapa Asia Barat dijadikan sebagai daerah jajahan oleh negara-negara Barat,
yaitu:
1.
Geopolitik
Asia Barat terletak pada pertemuan
Benu Eropa, Asia dan Afrika. Sehingga, kawasan ini merupakan pintu masuk utama
menuju ke tiga Benua tersebut. Selain itu, kawasan Asia Barat berbatasan dengan
Laut Tengah, Laut Merah, Laut Hitam, Laut Kaspia, Teluk Parsi dan Samudra
Hindia. Dikawasan Asia Barat juga terdapat jalur-jalur perairan yang sangat
strategis yaitu Selat Boshporus, Selat Darnella, Terusan Suez, Selat El-Mandeb
dan Selat Hormuz. Sehingga, kawasan tersebut letaknya sangat strategis.
2.
Sumber Daya Alam
Kawasan tersebut sangat kaya akan
kandungan kekayaan alamnya, terutama minyak. karena minyak merupakan sumber
energi utama bagi industri dunia, terutama negara Barat, yang belum bisa
digantikan oleh sumber energi lainnya. Sehingga. dengan ditemukannya sumber
daya alam yang melimpah di kawsan Asia Barat menyebabkan banyak orang-orang
barat yang ingin menguasai kawasan tersebut terutama Inggris dan Perancis.
3.
Jalur Strategis
Daya tarik Asia Barat yang telah
dipaparkan di atas menjadi semakin kuat dengan dibukanya Terusan Suez pada
tahun 1869. Dengan dibukanya Terusan Suez. Maka, lalulintas disepanjang Laut
Tengah dan Laut Merah menjadi semakin ramai. Sehingga, mengakibatkan kawasan
tersebut semakin menjadi strategis dan semakin menarik perhatian Bangsa Barat
untuk menguasai daerah tersebut.
4.
Revolusi Industri
Dengan dijadikannya negara Eropa
menjadi negara Industri. Mengakibatkan adanya perkembangan baru di negara
Eropa pada abad ke–19 yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan baru. Seperti, bahan
mentah, bahan bakar, tempat-tempat untuk memudahkan pengawasan aktifitas
dagangnya. Sehingga banyak negara-negar barat mengambil bahan-bahan industri
dari wilayah Asia Barat.
5.
Faktor Ideologi
Wilayah tersebut merupakan tempat
lahirnya agama-agama besar dunia. Seperti, Yahudi, Nasrani dan Islam. Sehingga,
mengakibatkan adanya persoalan agama yang bisa menjadi sumber konfik lewat
intervensi Asing. Seperti halnya Perancis yang sering mengklaim sebagai pembela
gereja Kristen Latin dan Manorit untuk menguasai Syiria dan Lebanon.[7]
Selain alasan itu ada juga
faktor-faktor yang menjadi penyebab imperialisme barat di dunia Islam pada abad
ke – 19, diantaranya :
1.
Faktor Internal
a.
Politik umat Islam yang sedang mengalami kemunduran
sejak abad ke-17. Penguasa Turki Usmani yang wilayahnya cukup luas tidak
didukung oleh kemajuan bidang ekonomi, sains dan teknologi sehingga tidak mampu
mempertahankan kekuasaan politiknya.
b.
Ekonomi dunia Islam mengalami kemunduran akibat
besarnya biaya anggaran militer untuk mempertahankan wilayah kekuasaan yang
luas.
c.
Pemikiran tradisional yang berkembang di dunia Islam.[8]
2.
Faktor Eksternal
a.
Ekonomi Barat mengalami kemajuan
b.
Politik atau penguasaan wilayah akan memudahkan
penguasa kolonial melakukan hubungan dagang atau monopoli
c.
Pemikiran rasional berkembang di wilayah Barat yang
berasal dari dunia Islam yang berada di Spanyol dan Sisilia.[9]
Proses kedatangan bangsa Barat pada
umumnya adalah disebabkan oleh daya tarik dari Timur Tengah tersebut. Dapat
dikatakan bahwa kedatangan bangsa Barat di Timur Tengah melalui jalan perang,
dalam arti bahwa bangsa Barat lebih melakukan penjajahan dinegara-negara
anggota Timur Tengah dengan alasan bahwa negara-negara jajahannya tersebut
merupakan sumber daya yang mempunyai banyak manfaat untuk mereka. Seperti
halnya Inggris dan Perancis, mereka menguasai negara jajahannya di Timur Tengah
dengan tujuan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan militernya.[10]
Perancis merasa perlu
untuk memutuskan jalur hubungan antara Inggris di Barat dan India ditimur. Oleh
karena itu, pintu gerbang menuju India, yaitu Mesir, harus segera berada di
bawah kekuasaannya. Untuk maksud tersebut akhirnya Mesir dapat ditaklukan pada
tahun 1798 M. Alasan lain yaitu, negara-negara diwilayah Asia Barat seperti
turki, Syiria, Hijaz, dan timur jauh, dijadikan sebagai daerah pendistribusian
barang dagangan oleh negara Perancis. Itulah mengapa prancis datang melakukan
praktik imperialisme di wilayah Asia Barat.[11]
Dengan menguasai negara jajahannya
maka bangsa Barat banyak mendapat manfaat dan hasil yang mereka dapat adalah
misalnya, mereka dapat meguasai tambang minyak dari berbagai negara dari
penghasil minyak tersebut, selainitu mereka dapat memperluas daerah atau negara
jajahannya.Bangsa Barat yang berhasil menguasai negara Timur Tengah yaitu Inggris
dengan negara yang berhasil dikuasai adalah Irak, Yordania, Palestina, Kuwait,
Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Yaman. Sedangkan jajahan Perancis di Timur
Tengah adalah Suriah dan Libanon.
C.
Imperialisme
bangsa Eropa di Asia Barat
Pada abad ke-19 M,
banyak wilayah pesisir jazirah arab yang jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun
1820 M, oman dan Qatar berada di bawah penguasaan dan perlindungan Inggris.
Kemudian, pada tahun 1839 M, aden diduduki Inggris. Imperialisme yang dilakukan oleh barat adalah dengan
menggunakan taktik adu domba untuk memecah belah. Seperti yang terjadi pada
tahun 1915, Husayn, Syarif Makkah, mengadakan perjanjian rahasia dengan Inggris
untuk mengorbankan pemberontakan Arab melawan imperium Usmani di Syria dan
Arabia.[12]
Dengan
bantuan Inggris, Syarif Husayn berharap dapat menggulingkan Usmani dan menjadi
Raja bagi sebuah negara Arab. Ambisinya ini didasarkan pada prestise
keagamaannya sebagai seorang Syarif, atau keturunan Nabi, dan sebagai penjaga
dua kota Suci Islam, serta didasarkan pada persekongkolan lama untuk menjadikan
dirinya sebagai khalifah baru bagi dunia Islam. Dengan hati-hati Husayn
menggalang sintimen nasional dan kebahasaan Arab dengan mengembangkan al-fatat,
sebuah perkumpulan rahasia di Damascus, yang mendekat kepadanya untuk
menyalurkan interesnya terhadap sebuah negara Arab merdeka yang bersekutu
dengan Inggris. Sebaliknya pihak Inggris memandang bahwasanya Husayn harus
didukung baik secara militer maupun secara politik.[13]
Syria merupakan contoh
utama bagi politik generasional dan konflik ideologis di tengah masyarakat
Arab. Di Syria pihak Perancis berusaha melestarikan tatanan sosial yang ada,
membangun jalan-jalan dan jaringan komunikasi, dan membangun infrastruktur
administrasi bagi negara modern. Pihak Perancis berusaha memacu proses
sedentarisasi warga Badu’i, yang telah berlangsung pada akhir abad 19 di bawah
penguasaan Usmani, memperluas wilayah pertanian sebagai ganti pastoralisme, dan
memindahkan warga badui menjadi petani dan para kepala suku menjadi tuan tanah.
Setelah Perang Dunia I masyarakat badui terkepung oleh negara, warga pemukim, jalan-jalan,
dan oleh investasi besar pedagang-pedagang kota dan kepala suku dalam program
reklamasi dan pengolahan tanah pertanian.[14]
Untuk menopang
administrasi yang efektif, dan untuk menghalangi perkembangan gerakan
kemerdekaan, pihak Perancis juga membagi Syria menjadi beberapa wilayah etnis
dan wilayah agama. Libanon dijadikan sebagai sebuah negara yang mandiri.
Latakia, mayoritas penduduknya merupakan petani miskin pengikut setia Alawi
yang didominasi oleh tuan tanah Sunni, dijadikan sebagai wilayah administratif
yang mandiri. Kalangan Alawiyah pada umumnya merupakan komunitas petani miskin
yang hidup di Syria Utara. Wilayah Druze di bagian selatan Syria, dan wilayah
Jazirah, dataran rendah di bagian utara Syria dan wilayah Euphrat, diberi hak
otonomi regional. Alexandretta mendapatkan posisi khusus disebabkan penduduknya
yang minoritas Turki, dan direbut oleh Turki pada tahun 1939. Dengan demikian, Perancis
telah membentuk framework sebuah negara Syria modern bahkan kemudian memaksakan
pembagian etnis dan agama negeri ini sehingga menjadi hambatan laten bagi
pembentukan sebuah masyarakat nasional yang secara sosial bersifat kohesif yang
memungkinkan menjalankan sebuah rezim merdeka. Meskipun elite domestik Syria
berjuang untuk membentuk sebuah rezim parlementer dan berusaha terlihat dalam
pemerintahan negeri ini, namun perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan
dihalangi oleh pemerintahan dan kebijakan Perancis yang berubah-ubah. Pada umumnya
masyarakat Syria terbagi kedalam tiga kalangan yaitu kalangan minoritas
Alawiyah, Ismailiyah, dan dari minoritas Kristen.[15]
Ketika
Inggris menaklukkan Iraq tahun 1917, mereka memerintah Iraq sebagai sebuah
koloni sebagaimana model koloni di India. Pada tahun 1920, sebuah pemberontakan
yang dilancarkan pejabat dan tuan tanah Usmani, kalangan pemuka agama Sunni dan
Syiah, dan sejumlah kelompok kesukuan, memaksa pihak Inggris untuk menampung
(memasukkan) kalangan elite Iraq. Pihak Inggris berusaha membantu menyusun
sebuah monarki konstitusional di bawah kepemimpinan raja Fayshal, kepada mer
mereka yang merasa berhutang budi lantaran bantuannya dalam sejumlah
peperangan. Perjanjian Inggris-Iraq tahun 1922 memberikan hak kepada Inggris
untuk menguasai militer, keuangan, peradilan dan urusan luar negeri. Pada tahun
1930, sebuah perjanjian baru secara hukum mengantarkan Iraq pada kemerdekaan
namun sebaliknya mengantarkan pihak Inggris melanjutkan dominasinya dalam
urusan luar negeri dan kemiliteran.[16]
Para administrator Inggris
membantu menciptakan infrastuktur bagi sebuah negara modern. Pihak Inggris
mengkonsolidasikan sistem pertanahan Usmani dengan memanfaatkan para syaikh
(kepala) kampong dan kesukuan untuk menangani pengumpulan pajak dan organisasi
kaum buruh. Di bawah pemerintahan monarki ini, Iraq diperintah oleh sebuah
koalisi kecil terdiri dari tuan tanah pedalaman, kepala suku, ulama, pemuka agama
Syiah, dan pejabat militer, yang disebut belakang ini termasuk para pejabat
Turki yang terdidik di Istambul, pejabat Syarifian yang mengabdi kepada raja
Fayshal sebelum datang ke Iraq, dan sejumlah warga Iraq yang berpendidikan di
akademi militer Baghdad. Sekalipun demikian elite ini sangat rentan, mudah
dipecah belah. Antara tahun 1936 dan 1941 terjadi serangkaian kup militer, dan
Perang Dunia I mengakibatkan pertempuran sengit antara pihak pro-Inggris dan
pro-Jerman. Pada tahun 1941 Rasyid Ali al-Gaylani merebut pemerintahan selaras
dengan kebijakan pro-Jerman, namun tentara Inggris merebut negeri ini. Sejak
ini sampai tahun 1958 Raja memerintah dua persen dari para pemilik tanah yang
mencapai 66 persen dari seluruh tanah, sekalipun melalui kolaborasi dengan
perdana menterinya, yakni Nuri al-Sa’id, dan dengan tuan tanah minoritas. Atas
nama nasionalisme Arab, elite ini sebagian besar dari kalangan Sunni,
memerintah masyarakat umum yang separo dari mereka warga Syiah dan
seperempatnya warga Kurdi.
TransYordan
lebih menonjol sebagai negara pembentukan Inggris di banding Iraq. Ia merupakan
negara yang paling “aneh” di antara negara-negara baru yang ada, lantaran tidak
adanya unsur kesejarahan propinsi atau komunitas lokal. Semula ia dimaksudkan
sebagai bagian dari Palestina, tetapi pada tahun 1922 pihak Inggris mengizinkan
Amir Abdullah, saudara laki-laki Fayshal, mendirikan sebuah pemerintahan.
Dalam
beberapa hal Libanon mempunyai latar belakang sejarah yang berbeda. Di sini
tidak banyak terjadi pergolakan antara beberapa generasi atau anatara elite
militer tuan tanah dan intelegensia, sebagaimana antara komunitas konfesional.
Libanon, sebagaimana Syria, merupakan negara bentukan Perancis. Meskipun dalam
sejarah yang panjang pihak Perancis sangat dekat dengan warga Maroniyah, Perancis
tidak membentuk negara yang Khas Kristen. Selain beberapa propinsi Libanon yang
lama, ditambahkan beberapa distrik baru, termasuk Tripoli, Sidon, Biqa’, dan
Libanon Selatan untuk meningkatkan luas wilayah negeri ini dan untuk meningkatkan
propinsi warga Muslim. Semula Libanon diperintah oleh Komisaris Tinggi Perancis,
tetapi pada tahun 1926 sebuah konstitusi baru membagi kekuasaan antara beberapa
komunitas agama besar. Konstitusi ini menetapkan jabatan presiden, sebuah
kementrian negara, sebuah legislature yang bersifat dua dewan (bicameral),
yang mana kursi yang tersedia didistribusikan dalam skala 6:5 bagi pihak
Kristen dan Muslim.[17]
Dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir di abad ke -19, Inggris
wilayahnya sudah bertambah hingga mencakup 5 juta mil persegi dan penduduk
sebanyak 88 juta jiwa. Pada tahun 1900 M, wilayahnya meliputi seperlima dari
luas dunia, dan memerintah 400 juta jiwa. Sedangkan imperium prancis berkembang
dari 700 ribu menjadi 8 juta mil persegi dan penduduk dari 5 juta jiwa menjadi
52 juta jiwa.[18]
D.
Dampak
Imperialisme terhadap Peradaban Islam di Asia Barat
Dampak dari adanya
imperialisme di Asia Barat melipiti berbagai bidang, yaitu :
1.
Bidang Politik
a.
Terciptanya tanah jajahan.
b.
Adanya Politik pemerasan.
c.
Berkobarnya perang kolonial.
d.
Timbulnya politik dunia (wereldpolitiek).
e.
Timbulnya nasionalisme.
2.
Bidang Ekonomi
a.
Negara imperialis menjadi kaya. Sedangkan, negara
jajahan menjadi miskin.
b.
Adanya Industri si imperalis menjadi besar.
c.
Hilangnya perniagaan bangsa jajahan.
d.
Perdagangan dunia meluas.
e.
Adanya lalu lintas dunia (wereldverkeer).
f.
Adanya Kapitalis surplus dan penanaman modal di tanah
jajahan.
g.
Hilangnya Kekuatan ekonomi dari penduduk asli tanah
jajahan atau hilangnya kekuatan ekonomi negara jajahan.
3.
Bidang Sosial
a.
Orang yang menjajah hidup mewah sementara yang dijajah
serba kekurangan.
b.
Si penjajah maju, yang dijajah mundur.
c.
Rasa harga diri lebih pada bangsa penjajah.
d.
Kurangnya rasa harga diri bagi bangsa yang di jajah.
e.
Segala hak ada pada si penjajah. Sehingga, orang yang
dijajah tidak memiliki hak apa-apa.
4.
Bidang Budaya
a. Budaya asli
mulai tergeser oleh budaya pendatang (penjajah).
b.
Pelarangan pada budaya asli yang tidak disukai oleh
para penjajah.
Disamping itu, dampak imperialisme
juga membawa dampak negatif dan dampak positif, diantaranya :
1.
Dampak Negatif
Merajalelanya
praktik-praktik imperialisme yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa terhadap
wilayah-wilayah di Asia Barat telah menimbulkan kerugian yang sangat besar,
baik secara politis, sosial maupun budaya bagi negeri muslim juga telah
menimbulkan dampak buruk bagi dunia Islam. Di antara dampak-dampak itu adalah
sebagai berikut :
a. Hancurnya
suprastruktur politik negeri-negeri Muslim
b. Kebodohan
dan ketertinggalan masyarakat Muslim
c. Kemiskinan
dan kelaparann yang menimpa wilayah-wilayah Islam.[19]
2.
Dampak Positif
Terjadinya
Imperialisme yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa terhadap wilayah Asia
Barat menimbulkan respon yang besar dari masyarakat Muslim. Tidak hanya dampak
negatif melainkan juga dampak positif. Diantara dampak positif yang timbul dari
imperialisme:
a.
Kemunculan gerakan perlawanan di
wilayah-wilayah Islam
b. Munculnya
kesadaran di kalangan masyarakat Muslim untuk meningkatkan solidaritas.[20]
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Hampir selama seribu
tahun, Jazirah Arabia berada di belakang laju perkembangan Timur Tengah. Ketika
penaklukkan bangsa Arab membuka era baru dalam peradaban Timur Tengah, penaklukan
tersebut melepaskan sebagian penduduknya, dan menempatkan jazirah Arab ini pada
peranan marjinal dalam sejarah Timur Tengah. Pada era Usmani, Mesir, dan
wilayah subur Arab menjadi propinsi bagian imperium Usmani, tetapi dengan
terlepasnya beberapa wilayah pinggiran, Arabia tidak lagi menjadi propinsi
bagian Usmani. Tidak seperti Mesir dan negara-negara di wilayah subur Arab,
jazirah ini diperintah oleh elite keluarga dan kesukuan kecil. Negara-negara di
Jazirah ini pada umumnya tumbuh dari gerakan kesukuan yang dibenarkan secara
keagamaan
Pada abad imperialisme, kawasan Asia
Barat merupakan kawasan yang sangat menarik perhatian bagi negara-negara barat.
Negara-negara barat yang mempunyai jajahan di kawasan Asia Barat adalah Inggris
dan Perancis.
Pada abad ke-19 M,
banyak wilayah pesisir jazirah arab yang jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun
1820 M, oman dan Qatar berada di bawah penguasaan dan perlindungan Inggris.
Kemudian, pada tahun 1839 M, aden diduduki Inggris. Imperialisme yang dilakukan oleh barat adalah dengan
menggunakan taktik adu domba untuk memecah belah.
Merajalelanya
praktik-praktik imperialisme yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa terhadap
wilayah-wilayah di Asia Barat telah menimbulkan kerugian yang sangat besar,
baik secara politis, sosial maupun budaya bagi negeri muslim juga telah
menimbulkan dampak buruk bagi dunia Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Syamsul Munir. 2009. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH.
Kusdiana, Ading. 2013. Sejarah
Kebudayaan Islam. Bnadung : Pustaka Setia.
Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial
Umat Islam. Penerjemah Gufron A. Mas’adi. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Suntiah,
Ratu.
2010. Sejarah
Peradaban Islam.
Bandung:
Insani Mandiri.
Thohir, Ajid. 2011. Studi Kawasan Dunia
Islam Perspektif Etno-linguistik dan Geo-politik. Jakarta:
Rajawali Press.
http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html
diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42.
[1]
http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html
diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[2]
Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam, Penerjemah Gufron A. Mas’adi, (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2000), hal.
183.
[7]http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html
diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[10]
http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html
diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
[12] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam. Penerjemah
Gufron A. Mas’adi, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2000), hal. 158.
[15]
Ira M Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam, Penerjemah Gufron A. Mas’adi, (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2000), Hal. 152.
[17]
http://cornelialinda.blogspot.co.id/2013/11/imperialisme-barat.html
diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 10 : 42 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar